TASAWUF CARA GUE
By Oce E Satria
New consciousness, dalam memahami eksistensi diri dalam hubungan dengan Allah SWT, ternyata tidak secara otomatis berarti sebuah hidayah (hidayah dalam pemahaman gue berarti, lahirnya manusia baru yang suci dan abadi dalam penghambaan diri pada sang Khaliq). Oke, sekarang kita coba mengeksplorasi hal ini dengan diri gue sebagai contoh kasus.
Alhamdulillah, gue merasa diri gue yang sekarang jauh lebih baik ketimbang waktu-waktu sebelumnya dalam hal kesadaran religiusitas. Secara verbal atau literal itu gue perlihatkan dalam bentuk pelaksanaan ritual elementer sebagai muslim dan charging otak masalah hukum-hukum. Tetapi tentu dan pasti belum seperti yang diidealisasikan Allah (karena manusia adalah wilayah kesalahan dan kekhilafan).
Hidayah yang gue cita-citakan adalah faith consciousness menuju wilayah tasawuf, di mana yang menjadi generator iman adalah cinta dan kerinduan bertemu dan bersatu dengan Sang Pemilik hidup.
Karena belum sampai ke wilayah itu, dalam keseharian gue juga tak terhindarkan dari soal-soal kelemahan seperti syukur, qonaah, zuhud dan sebagainya. Gue belum fix dalam soal-soal itu. Dan akibatnya adalah muncul perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran negative, kecemasan, rasa khawatir, ketakutan, dan keraguan yang sering datang tak beralasan. Buntutnya adalah sikap berburuk sangka pada Allah SWT.
So, karena belum sampai, gue mesti melanjutkan perjalanan rohani melewati terminal demi terminal cita-cita.
Kesadaran tasawuf, keyakinan akan kemahapengasihan dan kemahabesaran Allah berbingkai cinta, kata banyak orang yang tengah dan telah merasakannya, betapa nikmatnya bercinta dengan Allah, betapa lezatnya iman. Membayangkan hal-hal yang transeden dan mencoba menempatkan diri di dalamnya merupakan suatu mimpi bagi gue yang fakir soal itu. Tetapi sebagai mimpi, ia tetap indah untuk dibayangkan.
Kesadaran keimanan gue, keteguhan semangat keberagamaan gue ternyata baru sebatas verbalitas, formalitas, symbol-simbol atau dalam bahasa terangnya: M U N A F I K. Gue dan bahkan mungkin juga para ustad yang sering menceramahi kita di televisi , masih belum sekuat para sufi meninggalkan tuhan-tuhan yang melilit kesadaran kita menuju Tuhan Allah.
Itu, pasti penyebabnya.


APA PENDAPAT ANDA TENTANG TOPIK INI?: