Jatuh Tapi Tidak Terpuruk

Seseorang tiba-tiba mendapatkan dirinya jatuh, bangkrut dan begitu miskinnya. Urang Awak menyebutnya jatuh tapai (itu lho, tape yang dibuat dari ubi ketela yang diragi, bayangin tape yang lembek itu jatuh dan…diinjak pula!). Saya punya seorang teman, katakanlah namanya Yose, 35 tahun yang saat ini keadaannya persisi seperti tape jatuh. Aromanya lenyap, bentuknya pun mengundang kasihan.


Beberapa tahun lalu ia masih terhitung juragan pasar Tanah Abang dengan beberapa toko pakaiannya, beberapa karyawan. Memang bukan termasuk juragan super kaya dengan harta berlimpah, mobil berderet atau rumah mewah. Namun menurut ukuran yang ia pakai, dirinya merasa tuhan sudah memberinya lebih banyak dari yang dibayangkannya. .

Saya menduga ia bakal stress atau putus asa. Namun optimisme jelas tetap terpancar Dari roman dan sikapnya.



Usahanya mulai seret. Mula-mula karena saingan pakaian import China yang jauh lebih murah, seterusnya didorong oleh berbagai sebab: pembeli yang mulai sepi (akses ke Tanah Abang dan Cempaka yang macet, membuat pembeli memilih berbelanja di mall-mall terdekat walau sedikit lebih mahal atau ke pasar tradisional sampai kaki lima yang menjamur sampai komplek perumahan dan perkampungan) .


Sebab yang lain, dan ini diakuinya sebagai ketololannya sendiri adalah manajemen usaha yang tidak dikendalikan secara benar. Misalnya, soal lalu-lintas barang dan modal yang crowded, selain itu ia begitu keranjingan mengambil banyak kartu kredit. Awalnya berjalan asyik dan tanpa masalah. Namun lama-lama…….ahh tahu sendiri khan? Debt Collector menjadi momoknya. .


Ia mulai berhutang sana-sini. .


Bla,bla,bla peluang usaha selalu terbuka. Sekarang tokonya berpindah ke sebuah lapak bambu pinggir jalan di sebuah kawasan Bekasi. Sebuah deretan kaki lima yang buka dari jam 4 sore sampai jam 10 malam. .



Saya memperkirakan ia akan nervous, stress atau putus asa. Namun optimisme jelas tetap terpancar Dari roman dan sikapnya.
Ia rajin sekali. Pagi dia buka lapak di sebuah pasar tradisional sampai siang dan sore mengusung dagangannya ke tempat lain dengan motor kreditnya yang belum lunas itu. .


“Saya tetap semangat dan tawakal!” katanya dengan wajah ceria.

Ia menyadari kejatuhannya, tapi ayah empat anak yang masih kecil-kecil itu tidaka merasa terpuruk. Saya tertular karenanya


Posting Komentar

0 Komentar

Below Post Ad