Profesor Musdah Mulia Memang Ngawur

Banyak yang bertanya, apa yang salah dengan pendidikan Prof. Musdah? Mengapa dia menjadi pendukung lesbian? Jawabnya: Wallahu A’lam.

Yang jelas, Musdah Mulia memang seorang ’pemberani’. Amerika tidak keliru memberi gelar itu. Dia berani mengubah-ubah hukum Islam dengan semena-mena. Dia memposisikan dirinya sebagai ’mujtahid’. Dia berani menyatakan dalam wawancaranya bahwa:
”Sepanjang bacaan saya terhadap kisah Nabi Luth yang dikisahkan dalam Al-Qur’an (al-A’raf 80-84 dan Hud 77-82) ini, tidak ada larangan secara eksplisit baik untuk homo maupun lesbian. Yang dilarang adalah perilaku seksual dalam bentuk sodomi atau liwath.”
Para pakar syariah tentu akan geli membaca ”hasil ijtihad” Musdah ini. Seorang Profesor – yang juga dosen UIN Jakarta – pernah berargumen, di dalam Al-Quran tidak ada larangan secara eksplisit bahwa Muslimah haram menikah dengan laki-laki non-Muslim. Ketika itu, saya jawab, bahwa di dalam Al-Quran juga tidak ada larangan secara eksplisit manusia kawin dengan anjing. Tidak ada larangan kencing di masjid, dan sebagainya. Apakah seperti ini cara menetapkan hukum di dalam Islam? Tentu saja tidak. Melihat logika-logika seperti itu, memang tidak mudah untuk mengajak dialog, karena dialog dan debat akan ada gunanya, jika ada metodologi yang jelas. Sementara metode yang dipakai kaum liberal dalam pengambilan hukum memang sangat sesuka hatinya, alias amburadul.

Yang jelas, selama 1400 tahun, tidak ada ulama yang berpikir seperti Musdah Mulia, padahal selama itu pula kaum homo dan lesbi selalu ada. Karena itu, kita bisa memahami, betapa ”hebatnya” Musdah Mulia ini, sehingga bisa menyalahkan ijtihad ribuan ulama dari seluruh dunia Islam. Jika pemahaman Musdah ini benar, berarti selama ini ulama-ulama Islam tolol semua, tidak paham makna Al-Quran tentang kisah kaum Luth. Padahal, dalam Al-Quran dan hadits begitu jelas gambaran tentang kisah Luth.

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).

Di dalam surat Hud ayat 82 dikisahkan (artinya):
”Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”

Kebejatan perilaku seksual kaum Luth ini juga ditegaskan oleh Rasulullah saw:
“Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibn Majah).

Dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka menjelaskan, bagaimana sangat merusaknya penyakit ’kaum Luth’, sehingga mereka diazab dengan sangat keras oleh Allah SWT. Hamka sampai menyebut bahwa perilaku seksual antar sesama jenis ini lebih rendah martabatnya dibandingkan binatang. Binatang saja, kata Hamka, masih tahu mana lawan jenisnya.

Hamka mengutip sebuah hadits Rasulullah saw:
“… dan apabila telah banyak kejadian laki-laki ’mendatangi’ laki-laki, maka Allah akan mencabut tangan-Nya dari makhluk, sehingga Allah tidak mempedulikan di lembah mana mereka akan binasa.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, dan at-Tabhrani).

Hamka menulis dalam Tafsirnya tentang pasangan homoseksual yang tertangkap tangan: “Sahabat-sahabat Rasulullah saw yang diminta pertimbangannya oleh Sayyidina Abu Bakar seketika beliau jadi Khalifah, apa hukuman bagi kedua orang yang mendatangi dan didatangi itu, karena pernah ada yang tertangkap basah, semuanya memutuskan wajib kedua orang itu dibunuh.” (Lihat, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 8).
Tapi, berbeda dengan pemahaman umat Islam yang normal, justru di akhir wawancaranya, Prof. Musdah pun menegaskan:

”Islam mengajarkan bahwa seorang lesbian sebagaimana manusia lainnya sangat berpotensi menjadi orang yang salah atau taqwa selama dia menjunjung tinggi nilai-nilai agama, yaitu tidak menduakan Tuhan (syirik), meyakini kerasulan Muhammad Saw serta menjalankan ibadah yang diperintahkan. Dia tidak menyakiti pasangannya dan berbuat baik kepada sesama manusia, baik kepada sesama makhluk dan peduli pada lingkungannya. Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.”

Camkanlah pendirian Ibu Professor AKKBB ini. ”Saya yakin ini!” katanya. Itulah pendiriannya. Demi kebebasan, orang bisa berbuat apa saja, dan berpendapat apa saja. Ketika seorang sudah merasa pintar dan berhak mengatur dirinya sendiri, akhirnya dia bisa juga berpikir: ”Tuhan pun bisa diatur”. Kita pun tidak perlu merasa aneh dengan pendirian dan sikap aktivis AKKBB seperti Musdah Mulia. Jika yang bathil dalam soal aqidah – seperti kelompok Ahmadiyah – saja didukung, apalagi soal lesbian. Meskipun sering mengecam pihak lain yang memutlakkan pendapatnya, Ibu Profesor yang satu ini mengaku yakin dengan pendapatnya, bahwa praktik perkawinan homo dan lesbi adalah halalan thayyiban.

Jika sudah begitu, apa yang bisa kita perbuat? Kita hanya bisa ’mengelus dada’, sembari mengingatkan, agar Ibu Profesor memperbaiki berpikirnya. Profesor tidak jaminan benar. Banyak profesor yang keblinger. Jika tidak paham syariat, baiknya mengakui kadar keilmuannya, dan tidak perlu memposisikan dirinya sebagai ”mujtahid agung”. Pujian dan penghargaan dari Amerika tidak akan berarti sama sekali di hadapan Allah SWT. Kasihan dirinya, kasihan suaminya, kasihan mahasiswa yang diajarnya, dan kasihan juga institusi yang menaunginya. Tapi, terutama kasihan guru-guru yang mendidiknya sejak kecil, yang berharap akan mewariskan ilmu yang bermanfaat, ilmu jariyah.

Mudah-mudahan, Ibu Profesor aktivis AKKBB ini tidak ketularan watak kaum Luth, yang ketika diingatkan, justru membangkang, dan malah balik mengancam. “Mengapa kalian mendatangi kaum laki-laki di antara manusia, dan kalian tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu; bahkan kalian adalah orang-orang yang melampaui batas. Mereka menjawab: ”Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, maka pasti kamu akan termasuk orang-orang yang diusir.” (QS asy-Syu’ara: 165-167). [Depok, 6 Juni 2008/www.hidayatullah.com]
Artikel ini ditulis oleh Dr. Adian Husaini sebagai Catatan Akhir Pekan, sebuah acara kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com
Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Below Post Ad