Boleh Kawin Sesama Jenis

Sebenarnya, sudah sejak cukup lama Musdah memiliki pandangan tersendiri tentang homoseks dan lesbi. Pandangannya bisa disimak di Jurnal Perempuan edisi Maret 2008 yang menurunkan edisi khusus tentang seksualitas lesbian. Di sini, Prof. Musdah mendapat julukan sebagai ”tokoh feminis muslimah yang progresif”. Dalam wawancaranya, ia secara jelas dan gamblang menyetujui perkawinan sesama jenis. Judul wawancaranya pun sangat provokatif: ”Allah hanya Melihat Taqwa, bukan Orientasi Seksual Manusia”
Menurut Profesor Musdah, definisi perkawinan adalah: ”Akad yang sangat kuat (mitsaaqan ghaliidzan) yang dilakukan secara sadar oleh dua orang untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak.” Definisi semacam ini biasa kita dengar. Tetapi, bedanya, menurut Musdah Mulia, pasangan dalam perkawinan tidak harus berlainan jenis kelaminnya. Boleh saja sesama jenis.

Simaklah kata-kata dia berikutnya, setelah mendefinisikan makna perkawinan menurut Aal-Quran:
”Bahkan, menarik sekali membaca ayat-ayat Al-Qur’an soal hidup berpasangan (Ar-Rum, 21; Az-Zariyat 49 dan Yasin 36) di sana tidak dijelaskan soal jenis kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender (jenis kelamin sosial). Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo, dan bisa lesbian. Maha Suci Allah yang menciptakan manusia dengan orientasi seksual yang beragam.

Selanjutnya, dia katakan:
”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.”

Prof. Dr. Siti Musdah Mulia pun merasa geram dengan masyarakat yang hanya mengakui perkawinan berlainan jenis kelamin (heteroseksual). Menurutnya, agama yang hidup di masyarakat sama sekali tidak memberikan pilihan kepada manusia.

”Dalam hal orientasi seksual misalnya, hanya ada satu pilihan, heteroseksual. Homoseksual, lesbian, biseksual dan orientasi seksual lainnya dinilai menyimpang dan distigma sebagai dosa. Perkawinan pun hanya dibangun untuk pasangan lawan jenis, tidak ada koridor bagi pasangan sejenis. Perkawinan lawan jenis meski penuh diwarnai kekerasan, eksploitasi, dan kemunafikan lebih dihargai ketimbang perkawinan sejenis walaupun penuh dilimpahi cinta, kasih sayang dan kebahagiaan,” gerutu sang Profesor yang (menurut Jurnal Perempuan) pernah dinobatkan oleh UIN Jakarta sebagai Doktor Terbaik IAIN Syarif Hidayatullah 1996/1997.

Kita tidak tahu, apakah yang dimaksud dengan ”orientasi seksual lainnya” termasuk juga ”orientasi seksual dengan binatang”. Yang jelas, bagi kaum lesbian, dukungan dan legalisasi perkawinan sesama jenis dari seorang Profesor dan dosen di sebuah perguruan Tinggi Islam tekenal ini tentu merupakan sebuah dukungan yang sangat berarti. Karena itulah, Jurnal Perempuan secara khusus memampang biodata Prof. Musdah. Wanita kelahiran 3 Maret 1958 ini lulus pendidikan S-1 dari IAIN Alaudin Makasar. S-2 ditempuhnya di bidang Sejarah Pemikiran Islam di IAIN Jakarta. Begitu juga dengan jenjang S-3 diselesaikan di IAIN Jakarta dalam bidang pemikiran politik Islam. Aktivitasnya sangat banyak. Sejak tahun 1997-sekarang masih menjadi dosen Pasca Sarjana UIN Jakarta. Tahun 1999-2000 menjabat sebagai Kepala Penelitian Agama dan Kemasyarakatan Depag RI. Masih menurut birodata di Jurnal Perempuan, sejak tahun 2001-sekarang, Musdah Mulia juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Agama bidang Hubungan Organisasi Keagamaan Internasional. Tapi, data ini ternyata tidak benar. Saya sempat mengkonirmasi ke seorang pejabat di Departemen Agama tentang posisi Musdah Mulia ini, dijawab, bahwa dia sudah dikembalikan posisinya sebagai peneliti di Litbang Depag.

Artikel ini ditulis oleh Dr. Adian Husaini sebagai Catatan Akhir Pekan, sebuah acara kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com
Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Below Post Ad