/oleh oce satria
Hari ini, kalau kau tahu
tayangan-tayangan sampah
bersileweran di televisi cembung 17 inci
di ruang serbaguna rumah kontrakan kami
yang tak mampu kubayar lunas
Hari ini, kalau kau dengar
anakku menutup mulutnya
rupanya menahan tawa
mendengar acara 17 tahun berisi
sumah serapah makian kotoran
dari mulut orang-orang yang mengaku
tengah berkesenian
Hari ini, kalau kau lihat
anakku terhuyung
mengusung ransel bermuatan
buku-buku 1.7 kg yang berisi antah berantah
padahal ia baru saja mengecap sekolah
Hari ini, kalau kau ikut nonton
di lapangan bulutangkis RT kami
anakku berpesta lomba yang itu-itu saja
aku mengurung diri di rumah
memikirkan pendapatan 1.7 juta
yang tak berharga apa-apa di masa ini
Hari ini, kalau saksikan
pukul 17 nol-nol
aku menggerek turun bendera
dan melipatnya
(refleksi kemerdekaan 2009)
Parlemen
Di zaman Batu
Parlemen adalah kampung damai permai
Adem-ayem
Dan rakyat tak tahu apa-apa
Di zaman Baru
Parlemen jadi kampung ramai
Bak kandang ayam
Dan rakyat tak dapat apa-apa
Di zaman Kuno
Air ludah adalah pupuk
bagi kebun untuk
memuji dan menjilat
di Zaman Kini
air liur adalah kosmetik operet
bagi panggung
menguji dan menghujat
Di zaman Baru
Semua orang berkepala batu
Mengaku ditipu, lalu menyurukkan malu
Kalah selalu pantang mengaku
Lalu mengoceh ini itu
Di Zaman Kini
Diam adalah kuno
Air Tawar 98
APA PENDAPAT ANDA TENTANG TOPIK INI?: