PALSU (Kisah Tak Terucap - 3)



Cerita: Oce Satria

Padang Panjang, Juni 2074.
Janji dengan Oceana, aku buru-buru keluar kelas, bergegas menyetop angkot yang melaju di bawah gerimis. Ya, kotaku memang masih memelihara angkot dengan baik. Ini policy Pak Walikota. 

Walikota masih jadi bulan-bulanan netizen, terutama netizen garis keras. Gara-gara ia ngotot mempertahankan keberadaan angkot, moda transportasi umum yang sudah afkiran. Tak ada lagi kota-kota di Indonesia yang mengoperasikannya. Sekarang sudah ada sejenis komuterline untuk jalur-jalur utama. Sementara transportasi online juga ada dan kini sudah memanfaatkan sebuah media sosial baru, fakebuk sebagai platform digitalnya, mereka bisa masuk ke jalan-jalan sekunder dan jalan tikus. 

Yang ada sekarang saja lumayan praktis, efisien dan tentu saja modern. Orang tak perlu lagi banyak menghabiskan aktivitas 'mubazir' dalam kegiatan mobilitasnya. Tinggal klik satu tombol di menu fakebuk, sejurus kemudian transportasi online bertenaga listrik khusus produksi pabrik kepunyaan salah satu menteri, akan muncul. Bayarnya akan dipotong dari pulsa handphone yang terkoneksi dengan sistem transaksi perusahaan transportasi online yang juga milik adik salah satu menteri. Perusahaan ini bekerja sama dengan perusahaan operator penyedia pulsa, dan lagi-lagi konon sahamnya dikuasai salah satu pejabat paling berpengaruh. 

Konon bakal ada angkutan umum dengan memakai teknologi super canggih, Artificial Ingelligence atau kecerdasan buatan alias palsu.

Padahal puluhan tahun silam, sekitar tahun 2018, Elon Musk sudah memperingatkan mengenai potensi bahaya Artificial Ingelligence di masa depan yang menurutnya bisa menyebabkan kehancuran peradaban.
Menurutnya, Artificial Ingelligence lebih berbahaya dibanding desain pesawat yang salah urus atau salah pemeliharaan, serta lebih bahaya dibandingkan produksi mobil yang buruk.

"AI memiliki potensi, betapapun kecil kemungkinannya tapi tidak sepele. Artificial Ingelligence memiliki potensi-potensi kehancuran peradaban," kata Musk yang pernah ditemui Jokowi, Presiden Indonesia dua periode zaman dulu, di Gedung Stargate SpaceX, Boca Chica, Amerika Serikat tahun 2022.

Elon Musk bilang, ketergantungan pada Artificial Ingelligence untuk melakukan tugas-tugas yang nampaknya sepele, lambat laun akan menciptakan manusia yang bahkan lupa cara mengoperasikan mesin yang mengaktifkan Artificial Ingelligence sejak awal. Kayaknya Elon Musk sepaham dengan walikota kami.

Pak walikota memang membuat keputusan aneh dalam masa jabatan yakni tak mengizinkan sistem transportasi Ultra Canggih itu masuk ke kota kami. Ia bertahan dengan tetap mengoperasikan angkot yang kepemilikannya dikuasai sejumlah koperasi. Demi mengawetkan budaya, begitu alasannya. Hanya netizen garis lucu yang mendukung kebijakan Pak Wali.

Percakapan dalam angkot tentu mengasyikkan. Interaksi sosial seperti itulah yang disukai pak Wali, hingga ia keukeuh dengan kebijakan menolak kecanggihan era digital.

Bahkan, jangankan angkot, Pak Wali juga masih mempertahankan keberadaan moda transportasi zaman baheula: bendi. Alsannya cuma satu: hendak melestarikan budaya debat kusir. 

Siang ini aku sudah berada di atas angkot rute pusat kota. Beruntung aku masih bisa mendapat bangku yang tersisa dekat pintu. Di dalam angkot, sejumlah perempuan paruh baya dan bapak-bapak terlihat asyik mengobrol. Biasalah, menjelang pemilu topiknya tak lepas dari cerita politik. Sambil tertawa berderai mereka asyik menggibah ulah politisi dan partai, membahas sistem e-voting yang kini dipakai untuk pemungutan suara, hingga membanding-bandingkan para mantan presiden. Sesekali terdengar gerutuan pada calon presiden. "Kalau dia yang menang, sudah kita! Lah berkata kelompoknya saja negara ini!"

"Jangan berburuk sangka dulu, Mami Khanza!" sahut teman sebelahnya menenangkan.

"Buruk sangka apa yang ketidak? Belum terkilat sudah terkalam di kami mah. Sudah terbaca siapa mereka ini," jawab si Mami Khanza membela diri. Wajahnya menunjukkan rasa kesalnya pada si capres dan pendukungnya. 

Percakapan emak-emak itu makin seru. Aku tak terlalu peduli, karena sibuk menepis tempias hujan dari luar.

Bagitu sampai pasar aku langsung menuju TKP yang dijanjikan Ana,Warung Bakso Uda Mas Juo. Setelah menyelinap dalam los di antara pengunjung pasar, akhirnya kutemukan warung itu berbekal share location yang diberikan Oceana. Maklum aku belum pernah ke sana dan tak tahu posisi persisnya.

Aku tak terlalu tertarik dengan proyek rahasianya itu. Bagiku, bisa berdekatan dengannya sudah merupakan nikmat tak terkira. Apalagi bisa ngobrol. Apalagi bisa membuat dia tertawa. Wuihhhhh.....

Oceana sebenarnya biasa saja. Ia bukan satu-satunya siswi cantik di sekolahku, apalagi yang tercantik. Namun, ia memiliki pesona yang tak dipunyai gadis lain. Aku tak mengerti apa itu. Pokoknya dia selalu bikin kangen dan penasaran. 

Sayangnya Oceana tak punya satu pun akun medsos, ia tak punya Fakebuk, TwitWar, Tek Tok, atau yang terbaru OnCame dan FakeFace. Konon karena papanya waktu muda juga begitu, zaman dulu zaman ada Facebook atau IG, papa Oceana malah sibuk dengan buku-buku. Ia lebih suka menulis surat ketimbang memanfaatkan  Whatsapp. Ia punya handphone, tapi hanya untung mulut dan kuping saja. Itu pun ia memilih tak pakai Android. 

Makanya susah mengakali bagaimana cara mendekati Oceana. Banyak sih yang mengincar dia. Bukan karena ia putri Ketua Yayasan SMA Gemala. Tapi karena Oceana menyimpan misteri. Dan bagi lelaki, misteri adalah sesuatu. Seperti siang ini, jantungku nyaris berantakan saat mataku tertumbuk pada sosok gadis berambut ikal dengan  bibir berbalut lisptik tipis, tapi tetap saja glamour dan aneh....... Astaga! 


-Next.....
Redaksi TNCMedia

Support media ini via Bank Rakyat Indonesia (BRI)- 701001002365501 atau melalui Bank OCBC NISP - 669810000697

Posting Komentar

Silakan Berkomentar di Sini:

Lebih baru Lebih lama