PADA TITIK KHUSYU PENYATUAN :
ASBABUN NUZUL QS : 8 : 17
#BYD
Ini kisah di luar nalar. Wajar, sebab panjang nalar hanya sebatas kalkulasi dan fantasi.
Pada perang Uhud, Rasul membunuh Ubay bin Khalaf. Dari Al Hakim sampai sanadnya pada Ayah Sa'id Ibnul Mussayab bahwa ketika perang berkecamuk, Ubay bergerak mendekati Rasul, dengan kudanya yang berlari kencang. Dia diberi ruang oleh pasukannya yang lain untuk itu.
Ia benar benar ingin membunuh Rasulullah. Padahal ia tahu sudah sejak lama orang orang ingin membunuh Rasul, tapi berakhir sebaliknya.
Mush'ab bin 'Umair tak tinggal diam. Ia menghadang Ubay dan siap siap menghadapinya. Sedetik, Rasulullah melihat tulang selangka Ubai dan celah kecil antara baju besi dan helm besinya. Rasulullah menikamkan tombak beliau pada Ubay, dan Ubay pun tersungkur, jatuh dari kudanya.
Semua melihat bahwa tikaman tombak Rasul itu tidak mengeluarkan darah sama sekali, walau salah satu tulang rusuknya patah. Ubay pun dijemput dan digotong oleh kawan-kawannya.
Ubay meraung dan mengerang, laksana kerbau disembelih. Kawan-kawannya berkata, "Mengapa kamu demikian ketakutan dan kesakitan ? ini hanya luka kecil!"
Di tengah ketakutan dan pucat pasi, Ubay berkata, dan menjelaskan tentang perkataan Rasulullah,
"Akulah yang akan membunuh Ubai!'
Kemudian Ubay melanjutkan,
"Demi Tuhan, seandainya luka yang kualami ini menimpa penduduk Dzul Majazir, pasti mereka semua mati.
Akhirnya Ubay benar benar mati sebelum dia sampai ke Mekah. Lalu Allah menurunkan ayat Al Anfal 17.
Sisi lain.....
Satu ketika, pada perang Khaibar, Rasulullah meminta sebuah busur panah. Lalu, Rasul melepaskan anak panah pada benteng musuh.
Dalam benteng itu, Ibnu Habil Huqaiq sedang berbaring di kamarnya. Tak seorang pun bisa menjelaskan bagaimana dan dari mana anak panah itu, tiba-tiba bisa menancap pada tubuh Ibnu Habil Huqaiq yang sedang di dalam kamarnya dalam benteng.
Agaknya, anak panah itu tahu pasti mau kemana, walau tak perlu tahu lewat mana dan bagaimana bisa mencapai target.
Riwayat ini bersanad pada Abdurrahman ibnuz-Zubair dan disampaikan oleh Ibnu Jarir. Ini juga momentum kesaktian Ayat 17 dalam Surat Al Anfal.
Ada lagi pada perang badar. Rasul mengambil segenggam debu pasir. Dari genggaman beliau itu, beliau pun melemparkan debu tersebut pada sekumpulan musuh.
Tentang kejadian spektakuler itu, Hakim bin Hizam berkata, "Kami mendengar suara yang jatuh ke bumi dari langit seperti suara kerikil yang jatuh di baskom. Dan, Rasulullah melemparkan debu itu, sehingga kami kalah"
Banyak mufassir yang sependapat bahwa pada saat inilah ternukilnya Ayat 17 pada Surat Al Anfal :
فَلَمۡ تَقۡتُلُوهُمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ قَتَلَهُمۡۚ وَمَا رَمَيۡتَ إِذۡ رَمَيۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ وَلِيُبۡلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ مِنۡهُ بَلَآءً حَسَنًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ
"Maka bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar.
Dan untuk memberi kemenangan kepada orang orang mukmin, dengan kemenangan yang baik.
Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui"
Para pewaris Nabi di negeri manapun setelah itu, pun bisa mengilhami ayat "sakti" tersebut di berbagai pertempuran. Salah satunya, adalah KH Abdul Mufti Umar yang berumur 95 tahun.
Ketika Belanda menyerang dengan senjata lengkap, tank dan serdadu memakai baju rompi anti peluru, KH Mufti Umar kala itu masih muda. Beliau pun tak tinggal diam.
Beliau adalah menantu KH Yusuf Abdul Mu’thi Buntet Pesantren. Beliau mengatakan kepada rekannya, bahwa tentara Belanda itu bukan lawan sebanding, sehingga ia harus mengambil alihnya.
“Ini bukan musuh kamu, musuh saya,” kata KH Abdul Mufti Umar (Kiai Uti) dalam dokumen video Media Buntet Pesantren yang diambil pada Juli 2017 lalu itu.
Saya kutip dari pustaka UNINUS.
Ia meyakini sepenuh hati, bahwa Allah Swt akan menolongnya. Ia tidak gentar menghadang tank. Walaupun tank dan peluru Belanda mengarah padanya, ia tak tersentuh sedikitpun.
Lalu, ia melepaskan tembakan. Tembakan yang ia lepaskan mengarah tepat ke tubuh si penjajah dan meregang nyawa. Sebab sejatinya, bukan ia yang menembak, tetapi Allah Swt.
Sebelum tembakan itu dilepaskan, ia membaca satu Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 17,
"Wama ramaita idz romaita walakinna llaha rama"
Musuh pun seketika tergeletak, mati.
Jika pada situasi lain, saat ini, dulu atau nanti, tidak berlaku lagi ayat di atas di kalangan orang Islam dan pejuang islam, itu pertanda Allah tidak lagi jadi penolong bagi kita. Disebabkan kaum muslimin telah cinta dunia dan takut mati.
Sebaliknya. Pada kisah di atas, tidak demkian. Mereka adalah orang orang ikhlas yang jiwanya telah dijualnya pada Allah. Hal yang demikian bisa terjadi, dan bisa diterima oleh kecerdasan akal sehat. Sebab, faktanya manusia tak pernah berkuasa atas kematiannya sendiri.
Ada Pencipta mati dan hidup itu atas tiap diri manusia. Pada satu titik pemahaman tertinggi seseorang yang beriman lalu menyatukan kekuatan ilahiyah dengan qauliyah itu, maka apa yang ada di alam (qauniyah) akan keluar dari kaidah sebatas prasangka, hipotesa, teori dan aksioma.
#catatandakwah
Diterbitkan kembali dari WAG
Semoga bermanfaat. (ed)
APA PENDAPAT ANDA TENTANG TOPIK INI?: