Oleh: Tere Liye

15 tahun lalu, saat saya masih aktif sekali sebagai akuntan, saya ikut acara seminar besar di ballroom hotel berbintang lima, dengan tiket masuk jutaan rupiah, membahas tentang bancassurance. Tahun 2004, wah, istilah ini lagi naik daun di Indonesia nampaknya, dan semua orang ingin tahu lebih detail mahkluk apa ini. Seminar sehari itu dipenuhi oleh peserta. Dari pagi sampai petang, dijejali oleh pembicara nasional dan speaker internasional top. 

Hingga tibalah penutupan, pembicara kunci (keynote speaker) datang. Seorang profesor di fakultas tempat saya kuliah, sekaligus kebetulan sedang menjadi pejabat tinggi bank sentral. Saya ingat sekali 15 menit dia bicara di atas panggung. Apa dia bilang: 'Bancasurrance ini 'haram' hukumnya. Hari ini kalian jualan asuransi di bank, besok lusa, kalian jualan baju, sepatu, semua kalian jual di sana.'

Satu ruangan hening. Saya menyeringai lebar--hampir tertawa gelak. Itu sungguh anti klimaks. Saat peserta semangat2nya atas prospek dan potensi fantastis bancassurance, eh, ternyata pembicara kunci punya pandangan sebaliknya. Saya menatap ke atas panggung, terpesona, wow, tak percuma sy punya dosen seperti dia, gagah berani bilang pendapatnya. Gagah berani menjelaskan prinsip kehati2an yang dianutnya. 

Waktu melesat cepat; apakah bancassurance jadi haram di Indonesia? Tidak juga. Meski dia petinggi bank sentral, tidak berdampak apapun. Boleh2 saja. Karena prinsip satu orang tidak bisa mengubah dunia--saat banyak yang berpendapat sebaliknya. Ada banyak yang berkepentingan, mendesak, bancassurance menjamur di Indonesia.

Sebelum kita lanjutkan tulisan ini, kalian mungkin bertanya, apa itu bancassurance? Itu adalah produk kawin campuran. Bank adalah tempat orang menyimpan dan meminjam uang. Jelas sekali definisi dasarnya. Nasabah menyimpan uangnya di sana, dan atau meminjam uang dari sana. Sementara asuransi adalah tempat orang mencari perlindungan atas resiko masa depan. Nasabah datang membayarkan premi, yang atas premi tersebut, jika terjadi sesuatu pada dirinya, dia bisa mendapatkan perlindungan keuangan. Baik itu asuransi kesehatan, jiwa, perjalanan, harta benda, dll. 

Baik bank, maupun asuransi, sejatinya masing2 punya fungsi dan tujuannya. Seharusnya semua mematuhi fungsi dan tujuannya, karena ssst, sudah dipatuhi dengan baik, bahkan dunia masih bisa kacau balau loh, apalagi sengaja 'dilanggar'.

Tapi manusia itu 'rakus'. Berapa bunga kalau kalian simpan uang di Bank? Hanya 2-4% (tabungan), 6-8% (deposito). Kecil bunganya, karena uang ini akan diputar lagi oleh bank menjadi pinjaman. Sementara itu, asuransi butuh premi lebih banyak, biar lebih cepat tumbuh. Karena premi itu kecil, paling hanya 2-3% dari nilai pertanggungan barang (untuk asuransi barang). Asuransi kesehatan dan jiwa lebih kecil lagi. Mereka butuh uang lebih banyak.

Abrakadabra, mari kita kawinkan saja produk bank dan asuransi. Datanglah perusahaan asuransi A ke bank B. Ngobrol mereka, 'eh bro, boleh gue jual polis asuransi di bank lu untuk nasabah lu?' Polis ini bukan murni asuransi, yang ngasih premi kecil, lantas jika tidak terjadi sesuatu premi tersebut hangus. Polis ini unit link, alias produk investasi, alias apapun istilahnya, tersambung ke surat berharga, dsbgnya, maka premi atas polis ini bukan hanya akan dikembalikan, tapi juga menawarkan bunga, 11% misalnya. Produk ini punya semua 'kelebihan'. Sudah ngasih pertanggungan, eh dapat bunga pula, eh dikembalikan pula duitnya.

Wow. Nasabah bank, langsung hajar saja beli polis ini. Hingga dia tutup mata, sorry, kebanyakan nasabah bank tahu persis loh kalau bancassurance itu bukan produk tabungan atau deposito. Mereka ngiler lihat 11% nya, maka mereka tutup mata. Sebagian lagi dan ini jumlahnya kecil sekali, memang ada nasabah yang rada2 naif, dia tidak tahu jika itu bukan produk tabungan atau deposito. Apa implikasinya? Produk tabungan/deposito bank dijamin oleh LPS, sementara produk kawin campuran ini, kagak ada yang jamin. Tapi OJK ngawasin kan? Iya, OJK ngawasin, tapi mereka memastikan bisnis berjalan prudent, mereka tidak mengawasi resiko. 

Paham resiko? Resiko adalah ketika ada yang menjanjikan bunga 11%, itu berarti dia harus mati2an memutar uang itu agar menghasilkan di atas 11%. Maka mulailah mereka membeli saham2, karena saham menjanjikan imbalan lebih tinggi. Tapi apesnya, saham juga bisa membuat buntung. Iya kalau harganya naik, kalau turun? Jangankan dapat 11%, bahkan itu uang bisa habis. OJK ngawasin, tapi OJK kagak bertanggung-jawab atas resiko investasi, dul. Lagian, itu bukan tabungan/deposito. Itu produk investasi dengan jubah asuransi.

Nasabah yang pengin imbalan tinggi, bertemu dengan perusahaan asuransi yang ingin duit banyak. Cocok. Pesta pora mereka saat semua berjalan lancar. Saat ada yang ngaco, investasi keliru, saham gorengan terjun bebas, maka uang 10 trilyun (misalnya) bisa lenyap dalam hitungan hari. Celakanya, ini polis unit link alias bancassurance. Apa artinya? Polis itu mesti dibayar kembali ke nasabah. Beda dengan premi BPJS, yang dibalikan saat orangnya sakit. Polis unit link, dibayarkan lagi saat jatuh tempo.

BOOOM! Meledaklah kasusnya. Ada perusahaan asuransi milik negara tumbang. Nasabah menjerit, drama dimulai. Minta balikin uangnya.

Seharusnya masalah ini sederhana sekali. Nasabah mau nangis darah, sorry, produk bancassurance itu memang tidak dijamin loh. High risk high return. Situ mau 11%, maka siaplah dengan resiko buntung. Tidak puas, silakan bawa ke pengadilan. Nggak usahlah ngadu kemana-mana. Selesai. Perusahaan asuransi juga silakan terima risiko, elu atasi sendiri masalahnya. Jual semua aset, bayar polisnya, kalau tekor mau gimana lagi, namanya juga produk investasi, dirut, direktur, silakan dipenjarakan jika ada tindak pidana dan lain-lain. Selesai. Harusnya selesai sampai di sana.

Tapi kita tinggal di negeri yang fantastis. Kasus ini terjadi di perusahaan BUMN. Maka apa yang akan terjadi? Cuih, dulu saja kita mau-mau saja loh nalangin hutang cukong-cukong ratusan trilyun. Saat bank mereka kolaps gara-gara ngasih kredit ke kelompok sendiri, salah urus, kena krismon, kita mau nalangin. Bahkan baru kejadian beberapa tahun lalu, kita juga mau saja nalangin sebuah bank yang juga milik swasta dan salah urus juga. Apalagi yang satu ini. BUMN gitu loh, lebih gatal lagi kita harus menyelamatkannya.

Ayo, mari ambil belasan trilyun uang rakyat lagi, jadikan dana talangan untuk mengembalikan polis-polis ini. Jika kurang, tambah hutangnya, tambah pajaknya. Orang-orang kaya lagi butuh talangan. Kasihan dong sama mereka. Lihat, mereka nangis-nangis minta duitnya dikembalikan. 

Sementara seorang nenek renta buruh tani, yang barusaja kecurian dompet, terduduk di sudut pasar induk, bahkan setan pun tak peduli untuk menalanginya. 

Selamat datang di negeri Pancasila. Saya Pancasila, kamu Pancasila. Kita semua Pancasila. Merdeka! Semoga Tuhan senantiasa mengasihi kita semua yang Pancasila. (*)

Tere Liyepenulis novel "NEGERI PARA BEDEBAH"