CARA MENINGGALKAN IBU USAI KESERUAN LEBARAN



Di mana kampung di mana dusun dan kota, rumah-rumah yang dipenuhi anak, menantu, dan cucu yang pulang dari rantau berlebaran di rumah amak, mertua dan nenek, harus menyudahi kegembiraan ini. Kegembiraan yang tiada pembanding dan ukurannya. 
Tapi akan berujung dengan bergelanang air mata.

Dalam beberapa hari sejak kepulangan anak cucu, suasana hiruk pikuk telah menjadi pemandangan indah. Entah dari rantau pulau Perca, Jawa, Borneo hingga Celebes.  Hiruk pikuk anak dan cucu adalah obat paling mangkus mengelap kerinduan yang menebal berbilang tahun. Bahagia hati ibu melihat para cucu bergelimpangan tidur di tengah rumah bagai gerintil. Geligaman menyaksikan tingkah para bocah.

Kalau anak, menantu atau cucu memanfaatkan lebaran sebagai kesempatan pergi raun-raun atau melalar, namun tidak begitu dengan seorang amak atau ibu. Bagi ibu, kesenangan utamanya hanyalah cukup dengan menyaksikan kegembiraan anak cucunya hadir di rumahnya. Dia tak butuh dibawa jalan-jalan atau diajak makan enak di restoran. Baginya menyaksikan rumah yang berkelibut oleh keramaian darah dagingnya adalah sebuah kemewahan yang tiada terkira-kira.

Barangkali hanya itu juga yang "memaksa" seorang anak untuk mengupayakan sekeras mungkin agar bisa pulang di hari raya. Hanya demi melihat ibu atau ayah bahagia. Membalur  ngilu rindu yang meradang lama.

Tiba saatnya. Sehari tiga hari atau sepekan berlebaran di kampung, harus diakhiri. Anak-anak harus kembali ke ladang mereka masing-masing di rantau. Apatah lagi yang menjadi pegawai negeri atau swasta, badan terkebat oleh maklumat kantor. Jatah libur lebaran tak panjang. Kecuali bagi mereka yang menggalas atau berwiraswasta, boleh balik rantau agak diundur, walakin, tak juga bisa berlama-lama, mengingat ada relasi dan langganan yang musti dijaga. Tapi itu pun urusan nomor kincit. Nomor satu tetap bersua orangtua.

Di sini kesedihan mulai menggerimis. Bagi orangtua yang punya anak satu mungkin tak terlalu rumit benar saat ditinggalkan anak balik ke rantau. Lantaran suasana lebaran tak sehiruk pikuk rumah yang kepulangan bejibun anak dan cucu. Berbeda dengan keluarga di mana mendapati kemudikan tiga empat bahkan tujuh anak plus cucu-cucu. Akan terasa sangat menyentak duka bila tiba-tiba harus menerima kesepian ditinggal balik. Bisa shock. Meladung pipi oleh isak. Terutama ibu. Ayah biasanya lebih mudah menerima keadaan. Ayah tidak secengeng ibu.

Cara terbaik pun diambil. Anak-anak sepakat balik ke rantau tidak serentak di hari yang sama. Tapi mereka akan balik ke rantau di hari berbeda dengan rentang satu atau dua hari. Anak terakhir yang meninggalkan ibu adalah yang rantaunya di "sebalik dapur".

Cara demikian lumayan mangkus untuk menghindari keterkejutan dan kesedihan ibu. Iya, sedih meninggalkan ibu, ibu sedih ditinggalkan anak. Walau kesedihan mesti datang juga, hanya saja ia tak disentak tiba-tiba. Tapi pelan-pelan, dicicil.

Begitulah, suasana dan cerita ini pasti ada di banyak keluarga dan rumah. Berbahagialah bagi mereka yang masih punya ibu, apalagi lengkap dengan ayah. Karena keduanya adalah mutiara yang tak terpemanai nilainya. Semoga Allah menjaga para ibu dan ayah, sehat dan bahagia terus. 

Oce/
Ujung lebaran 1444 H/2023

DAFTAR ISTILAH/KAMUS

- gelanang (berlinang)
- mangkus (mujarab)
- gerintil (setandan duku atau rumbai yang bergantung)
- geligaman (gemes)
- kelibut (ramai)
- kebat (ikat)
- ladung (air mata di pipi)
- walakin (kendati)
- raun-raun (jalan-jalan)
- kincit (terakhir, pub keluar sedikit di akhir BAB)
- melalar (jalan-jalan tanpa tujuan)
- rantau di sebalik dapur (rantau terdekat).
- menggalas (berdagang)
- terpermanai (terhitung)
Redaksi TNCMedia

Support media ini via Bank Rakyat Indonesia (BRI)- 701001002365501 atau melalui Bank OCBC NISP - 669810000697

Posting Komentar

Silakan Berkomentar di Sini:

Lebih baru Lebih lama