Resensi:
Buku:  "Sekolahnya Manusia"
Penulis: Munif Chatib
Penerbit: Kaifa Mizan 2009

DALAM sebuah kuliahnya, Bobbi dePorter, Presiden Learning Forum California USA dan penulis berbagai buku tentang quantum (Quantum Teaching, Quantum Learning, dan Quantum Business) menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dan siswa dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada di dalam ruangan yang gelap gulita. Ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul di dinding dengan saat jari kita menekan tombol "on" pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan.

Inilah yang dinamakan quantum. Dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa menangkap informasi dari guru adalah 1.287 km/jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter dan memantul di dinding.

Munif Chatib, penulis buku ini menyitir kembali apa jalan pikiran Bobbi dePorter yang juga mentornya saat studi Distance Learning di Supercamp Oceanside, sebuah lembaga pendidikan yang di pimpin oleh Bobbi De Porter di California, Amerika Serikat.

Di lembaga tersebut, Munif Chatib tercatat sebagai alumni pertama (1998-1999) yang menduduki peringkat ke-5 dan satu-satunya lulusan dari Indonesia. Tesisnya yang berjudul Islamic Quantum Learning menjadi salah satu referensi yang diminati di Supercamp. Tesis itu berisi kritik tentang penokohan fiktif yang dikembangkan oleh Bobbi De Porter.

Buku ini buku lama, terbitan Mizan 2009. Mungkin sudah banyak yang baca kali ya? Ga pa pa. Saya baca-baca lagi usai bersih-bersih rak buku, Sabtu pagi ini. Sambil ngopi, tanpa rokok, tentu. Lalu bikin resensi sekadarnya.

Menarik tentang apa yang dijelaskan Munif Chatib dalam buku ini tentang Multiple Intelligences Research (MIR), sebuah  instrumen riset yang dapat memberikan gambaran tentang kecenderungan kecerdasan siswa. Dari analisis terhadap kecenderungan kecerdasan tersebut, dapat disimpulkan gaya belajar yang bagaimana yang terbaik bagi siswa. 

Yang ia maksud dengan istilah "Gaya belajar" di sini adalah  cara dan pola bagaimana sebuah informasi dapat dengan baik dan sukses diterima oleh otak siswa. Oleh karena itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya masing-masing. Berbekal data tersebut, guru akan menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar siswa yang telah diketahui dari hasil Multiple Intelligences Research. 

Maka, dalam uraian pengarang buku ini, yang selanjutnya terjadi adalah quantum. Setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan risiko kegagalan dalam proses belajar. 

Inilah yang dimaksud asas utama quantum learning oleh Bobbi DePorter, yaitu masuk ke dunia siswa.

Gimana maksudnya? Gini, sebagai contoh, ketika seorang anak diketahui menunjukkan  skala kecerdasan linguistik tertinggi dibandingkan dengan kecerdasan lainnya, maka untuk kegiatan kreatif yang disarankan, antara lain: membiasakan anak suka bercerita, berdiskusi, menulis pesan, membuat buletin keluarga, menjadi presenter keluarga, dan melaporkan kejadian harian pada saat makan malam.

Karenanya, minat dan kemampuan khusus siswa penting diketahui sejak awal. Adalah juga keliru bila orangtua atau guru terlalu memaksakan minat mereka menjadi minat anak.  Ini kayak Teori Kecerdasan Majemuk yang pernah disebut Gardner yang mengkritik sekolah atau ortu yang terlalu memusatkan perhatian pada kecerdasan tertentu (misalnya; matematika, fisika, biologi, bahasa Inggris)  dan mengabaikan enam kecerdasan lain (musikal, spasial, interpersonal, intra- personal, kinestetik, dan naturalis). 

Sebagai contoh, anak-anak yang berbakat sebagai kartunis, animator, musisi, berdagang, otomotif,  game, pemain bola, perajin kayu, atau penari, memiliki peluang yang kecil di sekolah untuk menunjukkan dan mengembangkan kompetensi. Padahal, kata Thomas Armstrong, penulis buku Multiple Intelligences in the Classroom, boleh jadi bakat2 itulah yang mungkin bisa menjadi kunci kesuksesan dan kepuasan dalam hidup mereka.

Masalah lain yang muncul akibat penekanan berlebihan tersebut adalah pergeseran cara pengajaran kemampuan itu secara signifikan. Biasanya suka maksain anak.

Hak Mengajar

Di bagian berikutnya, Munif Chatib menyinggung soal penyesuaian gaya belajar siswa. Menurutnya, siswa akan rela memberikan hak mengajar  apabila guru berhasil masuk ke dalam dunia siswa. 

Menurut dePorter, wewenang mengajar dan hak mengajar itu berbeda. Mungkin, setiap guru yang memiliki lisensi mengajar punya wewenang untuk mengajar Namun, hak mengajar adalah sesuatu yang harus diraih oleh guru dengan kerja keras dan hak tersebut ada dalam keinginan para siswa.

Buku ini memang menempatkan Multiple Intelligences Research sebagai hal penting dalam persekolahan.

Riset intelijensia siswa  di awal ia masuk akan membantu guru menemukan gaya belajar siswa.  Hasil riset akan berbeda seiring berjalannya waktu. Makanya riset dilakukan berkala. Hal ini sesuai dengan konsep Howard Gardner bahwa kecerdasan seseorang itu berkembang, tidak statis. Kecerdasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu perilaku yang diulang-ulang.

Sekarang, kita tidak lagi terkejut ketika ada orang yang baru menemukan kondisi akhir terbaiknya pada usia 43 tahun seperti J.K. Rowling (penulis novel fiksi Harry Potter) yang menjadikan dirinya wanita terkaya kedua sedunia 2007 (majalah Forbes). Namun, ada juga sebagian orang yang berhasil menemukan kondisi akhir terbaiknya sejak dini, misalkan pada umur 5 tahun atau bahkan lebih awal. 
Gitu.

Pekanbaru 022023
Oce Satria