SUMBER CERITA FIKSI

Fiksi, dilihat dari kamus berarti fiction : karangan , rekaan, khayalan. Cerita fiksi adalah cerita yang bersifat rekaan, karangan, khayalan. Sekalipun fiksi tak bisa disamakan dengan karya ilmiah, bukan berarti semua yang bernama fiksi hanya berisi cerita bualan belaka.

Cerita fiksi dapat digali dari baragam sumber :

1. Pengalaman.
Sumber terbaik cerita fiksi adalah pengalaman, pengalaman merupakan kisah yang paling dekat dengan diri penulis hingga ia bertutur sesuatu yang tak jauh dari apa yang telah dialaminya sendiri. Pengalaman bukan selalu berasal dari kisah diri sendiri tetapi dapat pula pengamatan terhadap kisah hidup orang lain. Jika seseorang beranggapan pengalaman hidupnya tidaklah istimewa bukan berarti ia harus menceritakan secara detil dari a hingga z , pengalaman dapat menjadi sebuah bahan baku yang diolah sedemikian rupa sebagai ide dasar sebuah cerita.


a. Nikolai Gogol menulis Overcoat berdasar sebuah pengalaman. Dalam sebuah jamuan pesta makan malam, ia mendengar lelucon tentang orang yang bertahun-tahun menabung untuk daat membeli sebuah senapan. Setelah uang terkumpul untuk membeli senapan, seseorang justru mencuri senapannya sebelum si pemilik sendiri menggunakannya untuk berburu. Tamu yang hadir di jamuan makan tersebut tertawa mendengar lelucon tersebut, tetapi Nikolai Gogol merasa tersentuh dan kasihan terhadap si tokoh hingga ia menuliskan cerita berjudul Overcoat yang mengisahkan seorang karyawan miskin menabung sekian lama untuk dapat membeli jas penghangat. Saat dapat membeli, seseorang mencuri sementara karyawan tersebut ditertawakan banyak orang karena kebodohannya.

b. Charles Dickens menulis beberapa cerita berdasarkan pengalaman masa kecilnya
c. Willa Cather : Kebanyakan bahan baku penulis diperoleh dari pengalamannya sebelum berusia 15
d. Deborah Joy Corey (Losing Eddie) menulis buku ketiganya, masih berkisar tentang pengalaman masa kecilnya
e. Mark Twain (Huckleberry Finn) : menulis dengan menggunakan pengalaman masa kecilnya dengan menciptakan orang yang benar-benar berbeda dengan dirinya.

2. Mimpi.
Berapa banyak mimpi yang kita alami hanya berlalu begitu saja? Robin Hemley (The Last Studebaker dan All You Can Eat) mengatakan salah satu sumber cerita adalah mimpi-mimpinya. Suatu hari ia terbangun dengan satu bayangan seorang lelaki yang menggali kebun milik istrinya. Bekas impian itu ia olah menjadi bahan baku cerita, mengisahkan seorang lelaki yang dihantui rasa bersalah dan cinta akibat bercerai dengan istrinya. Sebagai ungkapan kerinduan, cinta, perasaan berdosa setiap hari ia menanam bunga di kebun miliknya.

Mimpi, kadang hanya menjadi bunga tidur yang berlalu tanpa makna. Padahal dalam mimpi kadang Allah menitipkan suatu isyarat pada kita. Mimpi tercekik & tenggelam dalam air, orang Jawa berkata itu pertanda si empunya mau sakit. Dalam mimpi saja rasa tercekik & tenggelam demikian sakitnya, begitupula mungkin rasa seseorang menjelang meninggal di saat sakaratul mautnya.

3. Sejarah
Banyak sudah cerita fiksi diambil dari latar sejarah yang unik, misterius dan mengesankan. Musashi, Senopati Pamungkas, sedikit di antaranya. Film-film yang bertemakan sejarah, baik produksi dalam negeri maupun luar negeri juga sangat beragam. Tjoet Njak Dhien, Tuanku Tambusai termasuk pdosuk dalam negeri bertema sejarah yang penggarapannya sangat indah. Red Cliff, Curse of Golden Flower, Once Upon a Time in China yang tayang dalam beberapa seri juga mengambil setting sejarah China.

Menulis fiksi berlandaskan sejarah memang menyenangkan. Seorang penulis berbekalkan keuletan, kesabaran, ‘mencuri dari masa lalu’ mengembangkannya dalam bentuk imajinasi sembari menggali dari sumber-sumber yang ada.

Joanna Scott (Concerning Mold Upon the Skin) menceritakan bahwa ia menulis cerita dengan mengacu pada sejarah obat-obatan sehingga Joanna Scott mencari sejarah tentang tabib di abad ke -15 dan 16 seperti Leeuwenhoek yang penuh rahasia bahkan buku-buku aneh yang tidak bisa diandalkan semacam Devils, Drugs and Doctors karya Howard Haggard.

Saya pribadi menuliskan The Road to The Empire sebetulnya mereupakan sekuel ketiga Takudar berdasar sejarah Mongolia yang sangat minim di dapat sumbernya di pasaran. Bagaimana jika sumber yang kita butuhkan tak terdapat di luar sana? Maxine Hong Kingstone (The Woman Warrior) menulis dengan sukses fiksi autbiografi tentang leluhurnya orang Cina dan Amerika. Karena hanya mengetahui sedikit tentang leluhurnya, ia mengisi kekosongan pengetahuan dengan khayalan.

4. Tradisi Lisan
Kisah-kisah yang kita dengar semasa kecil tidak lantas dibuang begitu saja. Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty menjadi cerita cinta yang terus digemari orang dan diadaptasi dalam bentuk cerita hingga film. Lihatlah film dan sinetron Indonesia yang meceritakan kisah cinta antara gadis miskin dengan pemuda berada, selalu laku. Tanpa mengabaikan kualitas cerita, penulis dapat menjadikan cerita lisan sebagai bahan baku idenya. Josip Novakovich (The Burning Shoe) mengisahkan seorang laki-laki yang pandai bertutur mulai kisah Pangeran Marko yang menyusu pada ibunya selama tujuh tahun, rumah masa kanak-kanak, tentara Jerman yang menyerbu hingga kisah kue madu. Sang penulis menggabungkan berbagai kisah yang ditemuinya dari cerita orang-orang.

Jangan sepelekan cerita tua sang kakek, dalam perjalanan panjangnya sebagai manusia, kebijaksanaannya tentu berharga. (Sumber: http://sintayudisia.wordpress.com)



• Raka (Nobu) said:

Saya bukan orang yang memiliki banyak waktu luang untuk sekadar membaca satu lembar buku cerita setiap harinya. Namun saya yakin, dengan membaca buku cerita, baik dalam bentuk karangan fiksi maupun nonfiksi, membuat saya lebih banyak tahu ‘dunia luar’ selain ‘dunia saya’. Dan dengan banyak membaca membuat saya begitu nyaman saat menulis. Saya seperti keranjingan menulis hanya karena saya ketagihan membaca. Dan saya selalu membaca apa saja, sehingga saya bisa menulis apa saja.

Bagi saya, fiksi mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyampaian informasi. Banyak remaja jadi mudah tersentuh perasaannya karena membaca fiksi, dan tidak sedikit di antara mereka yang mengidolakan karakter dalam cerita fiksi kesukaan mereka. Orang tua pun banyak tergugah dan hidup lebih bijaksana karena pengaruh fiksi yang mereka baca. Dan sampai kapan pun rasanya fiksi tetap memiliki tempat tersendiri di hati anak-anak. Banyak hal yang bisa disampaikan lewat fiksi, bahkan hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun. Dengan demikian, fiksi jadi seperti memiliki nilai lebih dari karangan ilmiah biasa yang bagi sebagian kalangan ‘kaku dan membosankan’.

Menengok khazanah fiksi di Indonesia saat ini, saya melihat ada kekuatan baru yang boleh dibilang sebuah loncatan besar-besaran di dunia sastra. Saya memang bukan seorang pengamat sastra apalagi sastrawan sejati, saya hanya melihat dari sisi awam dalam diri saya. Yah, saya melihat ada banyak gaya penulisan yang sepertinya sedang ‘tren’ saat ini selain tema yang memang memegang peranan penting. Saya pernah membaca sebuah tulisan teman saya (dia sama seperti saya, bukan seorang penulis andal), saya melihat ada keunikan dari sisi kekuatan latarnya. Dia mampu mengilustrasi situasi dengan sangat tepat dan akurat sesuai zamannya. Dan saya mengacungkan jempol untuk karyanya meski dari sisi gramatika dan aturan penulisan lain masih perlu dikoreksi lagi. Dan sumber ceritanya sangat mengesankan, karena dia menulis pengalaman masa kecilnya saat dia berusia 3 tahun. Buat saya, perlu kerja keras untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya agar cerita yang dibuat sesuai dengan keadaan sesungguhnya pada saat cerita tersebut berlangsung.

Terakhir, menurut saya, sumber inspirasi terbesar dalam menulis adalah wawasan dan informasi yang bisa berasal dari apa dan siapa saja




Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Below Post Ad