/Oce Satria
SEKARANG adalah zaman di mana orang tak lagi peduli soal merek. Bagi banyak orang sekarang yang penting bukan gengsi, tapi fungsi.
Penyebabnya apalagi kalau bukan media sosial atau sering disebut sebagai era digital atau era informasi. Istilah-istilah ini mengacu pada perubahan besar dalam cara kita berkomunikasi, mendapatkan informasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagian besar didorong oleh pertumbuhan dan pengaruh media sosial.
Interaksi antar manusia dan cara mengekspresikan eksistensi diri sekarang bukan melulu di dunia nyata. tapi salurannya lewat medsos di layar gadget. Merek tak begitu penting terlihat, yang penting adalah terlihat keren di kamera untuk disebarluaskan.
Kalau masih ada yang mengagungkan merek, konon kini dianggap norak bahkan ada yang menyebut bodoh. Karena dianggap tak ada efeknya di zaman FBPro dan TikTok ini. (Meski untuk produk tertentu seperti barang eletronik, merek masih penting - terkait kualitas).
Pertanyaannya, kenapa merek mahal kini seolah-olah jadi makluk yang dikesampingkan? Alasannya bermacam-macam. Tetapi yang sempat jadi gosip publik adalah, karena sekarang zaman serba terbuka. Masyarakat sudah tahu berapa sebenarnya biaya produksi sebuah produk. Ketika tahu bandingannya bak langit dan bumi, masyarakat terperangah. Seperti merasa 'dikerjai' selama ini. Rupanya yang membuat harganya mahal hanya karena mengendors nama-nama artis atau seleb terkenal dan 'bualan' iklan yang gila-gilaan.
Tas-tas edisi Dior, salah satu produk dari Christian Dior, perancang busana dari Perancis dikenal memiliki harga yang sangat mahal, bahkan mencapai Rp 115 juta per buah. Namun, Dior ternyata hanya membayar setiap tas yang diproduksi pemasok dari China dengan harga yang sangat murah, yakni sekitar Rp 1 juta.
Perusahaan fashion asal Italia, Giorgio Armani diketahui membayar kontraktor sebesar 99 dollar AS atau Rp 1,6 juta per untuk produk yang dijual dengan harga lebih dari 1.900 dollar AS atau Rp 30,8 juta
Bahka Gita Wirjawan, mantan Menteri Perdagangan, pernah mengungkapkan bahwa biaya produksi iPhone hanya sekitar US$10 (Rp160 ribuan), tetapi harga jualnya bisa mencapai US$400 atau Rp6,5 jutaan.
Beberapa merek mobil mewah mengalami penurunan penjualan di Indonesia, bahkan ada yang hanya menjual sedikit unit dalam setahun. Contohnya, Tata Motors hanya menjual 1 unit, sementara Audi hanya 25 unit pada tahun 2024. Penyebabnya bisa beragam, termasuk harga yang mahal, persaingan yang ketat, dan perubahan KECENDRUNGAN PASAR. Tren pasar yang terus berkembang dapat menyebabkan perubahan dalam preferensi konsumen, yang kemudian memengaruhi penjualan.
Meski tren belanja barang mewah masyarakat dunia diberitakan menurun akhir-akhir ini. Namun, merek tas mewah dunia Paris Hermes justru mencatat pertumbuhan penjualan. Dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa (30/7), penjualan produsen tas Birkin ini meningkat 13,3% pada kurs konstan, mencapai nilai €3,7 miliar atau setara Rp65,46 triliun. Nilai tersebut terbilang tinggi meski Hermes tak mampu menembus peningkatan di wilayah Asia.
Kesimpulannya, zaman berubah. Era merek mahal sudah mulai menurun. Bahkan banyak yang mengumpat. "Makan tuh merek!"
("Jika Anda punya pendapat lain, silakan tulis di kolom komentar" begitu kata konten kreator di TikTok)
*Kopi Sore, Pekanbaru 250525*
APA PENDAPAT ANDA TENTANG TOPIK INI?: