Situs Megalitik Mahek: Kemiskinan Pseudo dan Kenangan KKN



1994/1995, aku menikmati Nagari Mahek, sebuah nagari di Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Nagari ini diidentifikasi oleh pemerintah orde baru sebagai desa tertinggal.

Aku tidak begitu paham hal ikhwal lebih dalam soal kriteria ‘tertinggal” oleh pemerintah itu. Tapi secara umum, terutama soal kemiskinan ekonomi pada batas yang dibuat pemerintah yang berimbas pada banyak hal.

Aku diutus ke sana untuk membantu (onde mande…) agar masyarakat di sana bisa sedikit menemukan kemajuan. Program Kuliah Kerja Nyata 4 SKS dijadikan trigger.

Dari Fakultas Hukum Unand hanya aku untuk penempatam di Jorong Koto Tinggi, Mahek. Selebihnya, yang aku ingat adalah Hera Zera. Dia anak Akuntansi 92 --juniorku setahun--. Lalu ada Ferry dari Fakultas Teknik, Anto dari Pertanian, Sari,  lalu...., duh aku lupa namanya (tapi tetap ingat profil wajah mereka). Tapi nama-nama teman KKN-ku kutulis di sebuah batu sungi seukuran sepatu. Batu prasasti itu kini masih ada di rumah Amak di kampung.

Begitulah, Tiga bulan KKN di Mahek tak banyak yang bisa kami perbuat untuk "memajukan" desa IDT tersebut. Meski kami punya berbagai program yang sudah disiapkan. Alasannya macam-macam.

Tapi kenangan kebersamaan dengan warga desa dan -tentu saja- teman-teman KKN, tetap tak terlupakan. Pergaulan dengan warga desa akrab. Kami disediakan rumah kebetulan rumah famili dari ketua pemudanya. Kamar depan cowok, kamar belakang cewek. 

Saya juga biasa diajak pemuda malala malam-malam cari rumah yang ada parabolanya. Nonton tv Perancis. Haha...

Selain pertemanan dengan warga desa, tentu saja sesama kami juga sangat akrab. Sayangnya ajang KKN itu tak berbuah cinta lokasi, meski, getar-getar aneh yang "kurang ajar" tetap muncul saat itu.

Tapi tulisan ini tak hendak bercerita soal KKN tersebut. Sebab selain asumsi bahwa masyarakat di sana miskin ternyata tidak terbukti. Hanya kemiskinan pseudo (sebagai lawan dari pseudo prosperity. Hehehe.. 

Rata-rata tiap keluarga kebanjiran duit lantaran harga gambir yang merupakan produksi hasil perkebunan sangat mahal saat itu. Bahan baku kosmetik yang dikirim nun ke negeri Amitabb Bachan sana.
Lebih baik kita bicarakan soal yang jauh lebih menarik: ratusan menhir yang terdapat di kenagarian Mahek ini. Artinya, keberadaan menhir dan situs megalitik Mahek membuktikan peradaban yang mungkin tertua di Sumatera ada di sini.

Di Nagari Mahek banyak ditemukan tinggalan arkeologis, di antaranya menhir, batu dakon, lumpang batu, dan balai-balai batu. Temuan menhir paling dominan yaitu ±800 buah dari berbagai bentuk, ukuran, dan motif hias. Situs-situs megalitik Mahek di antaranya situs Koto Tinggi, Padang Ilalang, Koto Gadang, Ronah, Ampang Gadang, dan lain-lain.

Masyarakat di sana menyebut menhir sebagai batu urang saisuak (batu orang dahulu kala), fungsinya sebagai nisan kuburan (mejan) orang-orang masa lalu. Selain dianggap sebagai nisan kuburan, ada juga yang dianggap sebagai batas tanah atau dalam istilah lokal disebut dengan lantak tanah, dan ada juga menyebutkan menhir sebagai lambang pesukuan.

Berbagai bentuk menhir di Mahek secara artefaktual menunjukkan pertanda perbedaan status sosial bagi orang-orang yang dimakamkan di daerah tersebut.

Umumnya mejan-mejan dan lantak tanah tersebut dianggap sebagai suatu yang dikeramatkan dan angker untuk didekati. Bahkan ada yang beranggapan menhir-menhir ini dapat mendatangkan bencana seperti sakit dan sebagainya jika benda tersebut didekati atau dijamah; dengan kata lain bahwa daerah di sekitar menhir adalah tempat sakral.

Menurut masyarakat setempat, tinggalan megalitik seperti punden ini, yang berada di Situs Koto Gadang, dulu difungsikan sebagai tempat barundiang datuak-datuak, yakni tempat perundingan kepala suku atau tetuah adat. Karenanya, oleh mastarakat Mahek, menhir disebut juga dengan sebutan balai-balai batu, dalam (balai berarti tempat pertemuan atau perkumpulan.

Tahun 1980, barulah situs-situs di Nagari Mahek mendapat perhatian dan perlindungan dari pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar.

Tipologi menhir yang beragam di Nagari Mahek dilihat dari variabel-variabel atribut. Variabel tersebut adalah teknologi, bentuk, ukuran, dan pola hias. Teknologi pembuatan menhir di Nagari Mahek dilakukan melalui proses anostractive technology, yakni berupa proses pembentukan hasil melalui pengurangan volume bahan (proses sentrifugal) sehingga menghasilkan bentuk menhir yang sangat beragam. Keragaman nampak pada bentuk ujung atas menhir, bentuk badan seperti hulu pedang, gagang golok, buaya, serta biji-bijian, sedangkan dari arah lengkungan menhir, keseluruhan menhir melengkung ke arah tenggara kecuali di Situs Padang Ilalang, orientasi lengkungannya ke selatan dengan ukuran berkisar antara 30-400 cm. (oce)

Jakarta, 1 Maret 2010

Sebagian besar tulisan ini diperkaya dengan mengutip dari  arkeologi.web.id
pict by :denaitv
Redaksi TNCMedia

Support media ini via Bank Rakyat Indonesia (BRI)- 701001002365501 atau melalui Bank OCBC NISP - 669810000697

2 Komentar

Silakan Berkomentar di Sini:

Lebih baru Lebih lama